Gunung Semeru erupsi, para pengungsi mengalami gangguan kesehatan

Gunung Semeru di Jawa Timur bergejolak hebat, Rabu (19/11). Aktivitas vulkaniknya meningkat dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV) hanya dalam beberapa jam—tingkat tertinggi dalam status gunungapi di Indonesia. Erupsi besar sedang terjadi.

Berita, Politik30 Views

Gunung Semeru di Jawa Timur bergejolak hebat, Rabu (19/11). Aktivitas vulkaniknya meningkat dari Siaga (level III) menjadi Awas (level IV) hanya dalam beberapa jam—tingkat tertinggi dalam status gunungapi di Indonesia. Erupsi besar sedang terjadi.

Rabu (19/11), gunung api tertinggi di Pulau Jawa itu memuntahkan material hingga 2.000 meter dari puncaknya. Kemudian menyusul awan panas guguran meluncur 13 kilometer ke arah tenggara dan selatan.

Sejauh ini, ratusan warga mengungsi menghindari Semeru yang sedang batuk.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan pada Rabu malam, terdapat tiga desa di dua kecamatan yang terdampak. Wilayah ini berada di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Desa tersebut yaitu Desa Supit Urang dan Desa Oro-Oro Ombo di kecamatan Pronojiwo, dan Desa Penanggal di Kecamatan Candipuro.

Berikut adalah fakta-fakta yang sejauh ini diketahui tentang erupsi Gunung Semeru:

Pengungsi mulai mengeluh kesehatan dan butuh pakaian layak

Hari ketiga pascaerupsi Semeru, para pengungsi mulai mengeluhkan berbagai gangguan kesehatan. Selain membutuhkan pasokan obat-obatan yang memadai, ketersediaan sandang layak menjadi kebutuhan utama bagi warga terdampak.

Anik Hatamah sudah hampir tiga hari berada di pengungsian di SDN 4 Supit Urang, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur. Rumahnya sudah hancur akibat awan panas guguran.

“Sisa satu sendok pun enggak ada. Habis,” katanya.

Ia bercerita saat erupsi terjadi, Rabu sore (19/11). Kala itu ia memperoleh informasi ada “lava turun”.

“Lava itu kecil, berhenti. Katanya aman, enggak ada apa-apa,” kata Anik.

Tapi saat ia masuk kamar mandi dan siap mengambil wudhu, tiba-tiba orang-orang berteriak.

“‘Cepat keluar! Cepat keluar!’ Itu lava sudah turun ke bawah”.

Dengan pakaian yang melekat di badan, Anik langsung keluar rumah. “Belum sempat apa-apa, langsung lari,” katanya.

Ia menyelamatkan diri dan mencapai lokasi aman pada malam, sampai hari ini.

“Yang dibutuhkan pakaian,” katanya. “Rumahnya sudah habis. Terus, tanaman sudah habis semua”.

Ke depan, Anik sudah berencana pindah tempat tinggal.

Keluhan serupa juga disampaikan pengungsi lainnya, Siti Munamah, terutama terkait kebutuhan susu dan popok bayi yang mulai menipis.

Kondisi ini menambah kesulitan bagi para ibu dan balita di pengungsian.

“Rumahnya enggak ada. blas,” katanya.

Selain itu, menurut Tim Kesehatan Posko Pengungsian Semeru, pengungsi sudah mulai mengeluhkan kesehatan: pusing, sesak napas, hingga penyakit kulit.

“Banyak keluhan dari lansia, yang sudah 60 tahunan itu biasanya kalau nggak pusing, kalau nggak gatal-gatal setelah erupsi,” kata Ahmad Saifuddin, anggota Tim Kesehatan Posko Pengungsian Semeru.

Ahmad berkata, persediaan obat untuk masalah pernapasan sudah tersedia, tapi kemungkinan masih diperlukan “obat-obatan yang lainnya”.

187 pendaki dinyatakan ‘aman’

Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, memastikan 187 pendaki yang berada di Ranu Kombolo tidak terjebak akibat erupsi letusan Gunung Semeru.

Ia menerangkan, ketika aktivitas Semeru meningkat secara cepat pada Rabu (19/11) siang, para pendaki sudah dalam perjalanan menuju Ranu Kombolo dan tiba pada pukul 17.00 WIB, bersamaan dengan berubahnya status Semeru menjadi level IV atau awas.

Merujuk pada catatan letusan-letusan sebelumnya, sambung Rudijanta, material erupsi Semeru tidak pernah mencapai area Ranu Kumbolo.

“Tapi arah erupsi ke arah selatan dan tenggara. Sementara Ranu Kombolo berada di utara. Jadi kami pastikan lokasi itu cukup aman, sehingga kami meminta pendaki tetap bermalam di Ranu Kumbolo karena sudah sore, jelang gelap,” jelasnya dalam konferensi pers daring.

“Dan cuaca juga hujan, kurang kondusif kalau dilanjutkan ke Ranu Pane.”

Namun demikian, Rudijanta berkata, pada pagi tadi pihaknya menggelar rapat dan memutuskan untuk mengajak para pendaki kembali ke Ranu Pane.

Berdasarkan laporan yang dia terima, seluruh pendaki, maupun pemandu, petugas, dan porter telah berada di sana pada pukul 14.30 WIB.

“Jadi tidak ada yang tertinggal di Ranu Kumbolo,” tegasnya.

Di sisi lain, dia mengimbau masyarakat untuk menaati arahan PVMBG mengenai daerah-daerah rawan bencana untuk menjamin keselamatan bersama.

Dia menegaskan radius 8 kilometer dari puncak gunung tidak disarankan ada aktivitas manusia.

“Sehingga jalur-jalur lain tidak memungkinkan dilalui oleh para pendaki,” katanya.

Ratusan jiwa mengungsi

Hampir 1.000 orang mengungsi menyusul erupsi Gunung Semeru.

Berdasarkan laporan Basarnas lebih dari 950 orang dari Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro menempati sejumlah titik pengungsian.

Di Kecamatan Pronojiwo, warga yang menempati tempat sementara di SD 04 Supiturang, Balai Desa oro-oro Ombo, Masjid Ar-Rahmah, dan SD Sumberurip.

Di Kecamatan Candipuro, pengungsi juga tersebar di Rumah kepala desa sumbermujur dan kantor kecamatan.

“Pendataan masih terus dilakukan,” tulis Basarnas.

Selain itu, terdapat sejumlah warga dievakuasi menuju Balai Desa Penanggal. Namun pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat masih melakukan pendataan di lapangan.

Rokhmad, wartawan di Lumajang yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, berada di salah satu titik pengungsian di Masjid Jami’ Nurul Jadid, Kecamatan Pronojiwa.

“Tadi malam ada 300 jiwa [pengungsi] di sini. Mereka hanya menggunakan alas tikar. belum ada bangunan tenda pengungsian,” kata Rokhmad.

Namun, Kamis pagi, sebagian besar pengungsi ini kembali ke rumahnya untuk “menyelamatkan barang-barang”.

“Masyarakat awalnya tidak dievakuasi. Mereka diimbau menyelamatkan diri. Ada suara sirine [peringatan erupsi Semeru], mereka gotong royong sendiri”.

Korban luka bakar

Tidak ada laporan korban meninggal, tapi menurut laporan Badan SAR Nasional setidaknya tiga orang mengalami luka akibat awan panas.

Dua korban awan panas adalah sepasang suami istri asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Mereka terjatuh di jembatan Gladak Perak dan dirujuk ke Rumah Sakit Pasirian, Kabupaten Lumajang.

“Korban mengalami luka bakar sekitar 20 persen setelah terjatuh saat melintas di jembatan Perak yang licin dan tertutup abu panas akibat erupsi Gunung Semeru yang disertai luncuran guguran awan panas,” kata Sekda Lumajang Agus Triyono, seperti dikutip Antara.

Menurutnya, kendaraan motor yang digunakan korban tergelincir akibat jalanan licin dan tertutup awan panas Semeru.

“Meskipun demikian, koordinasi cepat petugas di lapangan berhasil mengevakuasi korban tanpa terlambat, sehingga korban dirujuk ke RS Pasirian,” tambah Agus.

Ia mengatakan korban telah mendapat penanganan awal di Puskesmas Candipuro dan ditangani secara medis untuk penanganan luka bakar.

Namun karena membutuhkan perawatan lebih intensif, maka korban kemudian dirujuk ke RS Pasirian.

Satu korban luka lainnya adalah Dimas, warga Desa Supit Urang, Kabupaten Lumajang. Dimas mengalami luka bakar grade 1 (lapisan kulit luar) dan saat ini dirujuk ke Puskesmas Pasirian.